Jumat, 24 April 2015

Arsitektur Vernakular Indonesia

Arsitektur Vernakular Indonesia

Arsitektur Vernakular Indonesia merupakan salah satu mata kuliah yang saya dapatkan di semester 2 ini. dalam mata kuliah ini saya mempelajari tentang desain bangunan secara filosof dari berbagai nusantara misal dari daerah jawa sendiri yaitu dari Kudus salah satu nya. kemudian dari pulau Bali dan lombok. beberapa materi yang saya dapatkan dari mata kuliah Arsitektur Vernakular Indonesia sebagai berikut

JOGLO KUDUS

Rumah adat Kudus atau Joglo Pencu disebut juga Joglo Kudus adalah Rumah tradisional asal Kudus  salah satu rumah tradisional yang mencerminkan perpaduan akulturasi kebudayaan masyarakat Kudus.

Ciri khas
Rumah Adat Kudus memiliki atap genteng yang disebut “Atap Pencu”, dengan bangunan yang didominasi seni ukir empat dimensi (4D) khas kabupaten Kudus yang merupakan perpaduan gaya dari budaya Jawa (Hindu), Persia (Islam), Cina (Tionghoa) dan Eropa (Belanda). Rumah ini diperkirakan mulai dibangun sekitar tahun 1500-an Masehi dengan 95% kayu Jati asli. Joglo Kudus mirip dengan Joglo Jepara tetapi perbedaan yang paling kelihatan adalah bagian pintunya, Joglo Kudus hanya memiliki 1 pintu sedangkan Joglo Jepara memiliki 3 pintu.

Tata Ruangan
Joglo Pencu memiliki 4 (empat) tiang penyangga dan 1 (satu) tiang besar yang dinamakan soko geder yang melambangkan bahwa Allah SWT bersifat Esa. rumah adat Kudus Joglo Pencu memiliki 3 bagian ruangan yang disebut Jogo Satru, Gedongan, dan Pawon.
  • Jogo Satru
adalah nama untuk bagian depan dari rumah tersebut. Secara makna kata Jogo Satru bisa diterjemahkan jogo artinya menjaga dan Satru artinya musuh. Namun untuk sehari-hari Ruangan ini sering digunakan sebagai tempat menerima tamu yang berkunjung.
  • Gedongan
adalah bagian ruang keluarga. Ruangan ini biasa digunakan untuk tempat tidur kepala keluarga.
  • Pawon
Untuk Pawon sendiri letaknya berada pada bagian samping. biasa digunakan untuk masak, belajar dan melihat televisi. “Untuk halaman depan rumah, terdapat sumur pada sebelah kiri yang dinamakan Pakiwan

Filosofi
Keunikan dan keistimewaan Rumah Adat Kudus (Joglo Kudus) tidak hanya terletak pada keindahan arsitekturnya yang didominasi dengan seni ukir sederhana, tetapi juga pada kelengkapan komponen-komponen pembentuknya yang memiliki makna filosofis berbeda-beda.



RUMAH ADAT BALI 

Sejumlah pengertian arsitektur tradisional Bali antara lain :
a. Arsitektur tradisional Bali merupakan microkosmos dari alam raya sebagai makrokosmos.
b. Arsitektur tradisional sebagai wadah untuk membina dan menempatkan manusia secara individu maupun kelompok agar selaras dengan alam semesta..
c. Arsitektur tradisional merupakan gambaran alam yang dituangkan dalam analogi – analogi, dan menyatakan terjemahan prinsip – prinsip kehidupan tradisi yang memberi gambaran totalitas kehidupan individu dan masyarakat yang ritual.
# Arsitektur Bali mengikuti konsep Bhuwana Agung dengan pembagian menjadi 3 bagian, dan memiliki hitungan ganjil seperti 1,3,5,7,9, dan seterusnya.
# Bangunan itu sendiri merupakan symbol dari Bhuwana Agung dengan Trilokanya, yaitu:
§ Pondasi dan lantai sebagai kaki ( Bhur Loka )
§ Kontruksi Vertikal ( tiag dan dinding ) sebagai badan ( Bwas Loka )
§ Pondasi atap sebagai kepala ( Swah Loka )           

dari sekian rumah adat di indonesia, rumah adat bali cukup dikenal di dunia. disamping karena keindahannya, didalamnya juga terkandung konsep-konsep adiluhung yang tertata apik dalam setiap tatanan bangunan rumahnya.
Rumah Bali dibangun sesuai dengan aturan Asta Kosala Kosali dan Asta Bhumi (bagian Weda yang mengatur tata letak ruangan dan bangunan, layaknya Feng Shui dalam Budaya China)
Jenis jenis Bangunan Berdasarkan Sifat :
Bangunan Sakral ( suci )
Ada 2 macam golongan bangunan Bali, yaitu :
1. Pura
Pura adalah tempat pemujaan sebagai symbol kebesaran Tuhan YME, pura jenis ini disebut pura khayangan. Kayangan tiga dan khayangan jagad ( Sad Khayangan )
Termasuk jenis Pura Tiga, yaitu : Pura desa, Puseh, Palem, yang terdapat di dalam suatu wilayah desa. Termasuk jenis Pura Sad Khayangan adalah pura – pura yang besar, biasanya tersebar di seluruh penjuru mata angina. misalnya : Pura Lempuyang, Batukara, Ulu Watu, Bukit Peneglengan, dan pura Besakih. Setiap Banjar biasanya merupakan kesatuan sosial – budaya yang memiliki : pura yang berfungsi sebagai Ulun Banjar dan pura ulun sawi, ulun danu, dan juga pura Melanting.
Pura – pura lainnya yang ada di Bali adalah Pura Bukit, Pura Beji, Pura Kerajaan yang pernah berkuasa ( Penataran, Dasar di Gelgel)

2. Bangunan Tempat Tinggal.( Pawongan )
Tempat tinggal ini berdasarkan status social adat istiadat Bali yang di sebut system : Kewangsaan. Hal ini dapat dibedakan menjadi 4 jenis , yaitu :
1. Griya tempat tinggal dari wanga brahmana..
2. Puri wilayah tempat tinggal raja dan kerabatnya.
3. Jenis tempat tinggal wangsa Khasatria.
4. Umah tempat tinggal golongan Sapta Sadma, yaitu Pasek Beudesa, Kebagan, Gadung, Pande, Senggu, dan sebagainya

Bangunan untuk Kepentingan Umum :
Bangunan untuk kepentingan umum di sebut : Wantilan, biasanya di bangun dalalam suatu komplek desa, kalau di banjar disebut “ Bale Banjar” ( ukurannya lebih kecil dari wankitan )
TIPE-TIPE RUMAH BALI

Ada dua tipe rumah di bali jika dilihat dari sisi geografis yaitu rumah adat yang berada di daerah dataran tinggi dan rumah adat di daerah dataran rendah.

Rumah yang berada di daerah dataran tinggi pada umumnya berukuran kecil, dan memiliki jumlah lubang pertukaran udara yang lebih sedikit, dan beratap rendah. Ini dimaksudkan untuk menjaga suhu ruangan agar tetap hangat. Selain itu pekarangan rumah juga lebih sempit disebabkan permukaan tanah yang tidak rata. Aktivitas sehari-hari seperti memasak, tidur, hingga ritual keagamaan dilakukan didalam rumah.

Rumah adat bali yang terletak di daerah dataran rendah pada umumny memilki ciri sebaliknya, memiliki banyak ruang terbuka, beratap tinggi, dan berpekarangan luas. Seperti bale daja untuk ruang tidur dan menerima tamu penting, bale dauh untuk ruang tidur dan menerima tamu dari kalangan biasa, bale dangin untuk upacara, dapur untuk memasak, njineng untuk lumbung padi, dan tempat suci untuk pemujaan. Rumah keturunan keluarga raja dan brahmana pekarangannya dibagi menjadi tiga bagian yaitu njaba sisi (pekarangan depan), njaba tengah (pekarangan tengah) dan njero (pekarangan untuk tempat tinggal).

FILOSOFI BANGUNAN DAN KEPERCAYAAN
Proses pembangunan rumah adat Bali selalu diawali dengan nyikut katang / pengukuran tapak, peletakan batu pertama, semua diawali dan diakhiri dengan beberapa ritual,menurut kepercayaan masyarakat Bali, Upacara ini brtujuan agar bangunan tersebut punya taksudan muncul aura positif. Bangunan yang sudah melalui Upacara ini baru bisa dipergunakan.
Selain itu, pintu masuk rumah tradisional Bali biasanya relatif kecil dengan lebar sekitar 70 cm dan selalu ada dinding penghalang (Aling-aling) setinggi 120 cm. Hal ini mempunyai filosofi untuk menyaring dan menghalangi unsur-unsur jahat yang akan masuk ke rumah dan bisanya pintu masuk ada dekat dapur atau area Buruk, dengan maksud unsur-unsur jahat yang akan masuk bisa dibuang dan dinetralkan oleh bangunan Dapur tersebut.
Begitu juga dengan Pintu masuk ke Pemujaan atau Pure, selain sempit, juga relatif pendek sekitar 170 cm, dengan maksud agar setiap yang masuk agar merunduk hormat dan sopan.
Kepercayaan ini sangat dipegang erat oleh masyarakat Bali dengan keyakinan
yang kuat akan ada balasan jika dilanggar, termasuk orientasi bangunannya terhadap
Gunung.Kepercayaan ini seolah-olah menjadi aturan atau undang-undang yang tak tertulis tetapi mampu mengikat dan mengatur masyarakat Bali.

Pada umumnya bangunan atau arsitektur tradisional daerah Bali selalu dipenuhi hiasan, berupa ukiran, peralatan serta pemberian warna. Ragam hias tersebut mengandung arti tertentu sebagai ungkapan keindahan simbol – simbol dan penyampaian komunikasi. Bentuk – bentuk ragam hias dari jenis fauna juga berfungsi sebagai simbol – simbol ritual yang ditampilkan dalam patung.

ASPEK-ASPEK PEMBANGUNAN RUMAH
Menurut filosofi masyarakat Bali, kedinamisan dalam hidup akan tercapai apabila terwujudnya hubungan yang harmonis antara aspek pawongan, palemahan dan parahyangan. Untuk itu pembangunan sebuah rumah harus meliputi aspek-aspek tersebut atau yang biasa disebut Tri Hita Karana diantaranya:
  1. Pawongan merupakan para penghuni rumah.
  2. Palemahan berarti harus ada hubungan yang baik antara penghuni rumah dan lingkungannya.
  3. Parhyangan yang berarti harus ada hubungan baik antara penghuni dan lingkungan dengan TUHAN melalui manifestasiNya.

RITUAL DALAM PEMBANGUNAN RUMAH
Proses pembangunan diawali dengan pengukuran tanah yang disebut dengan "nyikut karang". Kemudian dilaksanakan caru pengerukan karang, adalah ritual persembahan kurban & mohon izin untuk mendirikan rumah hampir sama seperti membangun rumah adat di jawa. Upacara ritual dilakukan peletakan batu pertama yang disebut nasarin, bertujuan untuk meminta kekuatan agar nanti bangunan rumah menjadi kuat dan kokoh serta pekerja atau tukang dilakukan upacara prayascita untuk memohon bimbingan dan keselamatan dalam bekerja. Jika seluruh   sudah dijalankan barulah pembangunan dimulai. Rumah adat bali
Masyarakat Bali selalu mengawali dan mengakhiri suatu pembangunan dengan upacara atau ritual. Semua ritual diatas pada intinya bertujuan memberi kharisma pada rumah yang akan didirikan dan untuk menjaga keselarasan hubungan manusia dengan Tuhannya, manusia dengan manusia, & manusia dengan lingkungannya.
Mereka percaya bahwa bangunan tradisional adalah hidup secara spiritual, bukan benda mati semata, maka selalu diadakan upacara ritual dalam :
§ Upacara Pangruak karang dengan maksud memuja terhadap ibu pertiwi agar mengijinkan tempat itu di bangun.
§ Upacara Prayascita untuk para Undagi dengan membuat sanggaran tempat menaruh Banten Pejat, agar para undagi diberi keselamatan.
§ Upacara Mamakah , Mempulang dan Mempedogingkan dengan maksud memberi korban untuk keselamatan dan kelancaran proses pembangunan.
§ Upacara Melaspas sebagai simbolis pencucian.
§ Upacara Pengurip dengan maksud menghidupkan kembali bangunan secara spiritual.


TATA LETAK

Rumah tradisional Adat Bali memiliki susunan ruangan yang dikenal dengan sebutan Tri Angga dimana Pekarangan Rumah Adat dibagi menjadi tiga, yakni:
  1. Utama Mandala (kaja-kangin) untuk parhayangan atau tempat suci yaitu sanggah atau pamerajan;
  2. Madya Mandala (tengah) untuk pawongan;
  3. Nista Mandala (kelod-kauh) untuk palemahan.
 
 

0 komentar:

Posting Komentar