Arsitektur Vernakular Indonesia
Arsitektur Vernakular Indonesia merupakan salah satu mata kuliah yang saya dapatkan di semester 2 ini. dalam mata kuliah ini saya mempelajari tentang desain bangunan secara filosof dari berbagai nusantara misal dari daerah jawa sendiri yaitu dari Kudus salah satu nya. kemudian dari pulau Bali dan lombok. beberapa materi yang saya dapatkan dari mata kuliah Arsitektur Vernakular Indonesia sebagai berikut
JOGLO KUDUS
Rumah adat
Kudus atau Joglo
Pencu disebut juga Joglo Kudus adalah Rumah tradisional asal Kudus
salah satu rumah tradisional yang mencerminkan
perpaduan akulturasi kebudayaan masyarakat Kudus.
Ciri khas
Rumah Adat
Kudus memiliki atap genteng yang disebut “Atap Pencu”, dengan bangunan
yang didominasi seni ukir empat dimensi (4D) khas kabupaten Kudus yang
merupakan perpaduan gaya dari budaya Jawa (Hindu), Persia (Islam), Cina
(Tionghoa) dan Eropa (Belanda). Rumah ini diperkirakan mulai dibangun sekitar
tahun 1500-an Masehi dengan 95% kayu Jati asli. Joglo Kudus mirip dengan
Joglo Jepara tetapi perbedaan yang paling kelihatan adalah bagian
pintunya, Joglo Kudus hanya memiliki 1 pintu sedangkan Joglo Jepara memiliki 3 pintu.
Tata Ruangan
Joglo Pencu
memiliki 4 (empat) tiang penyangga dan 1 (satu) tiang besar yang dinamakan soko
geder yang melambangkan bahwa Allah SWT bersifat Esa. rumah adat Kudus Joglo
Pencu memiliki 3 bagian ruangan yang disebut Jogo Satru,
Gedongan, dan Pawon.
- Jogo Satru
adalah nama
untuk bagian depan dari rumah tersebut. Secara makna kata Jogo Satru bisa
diterjemahkan jogo artinya menjaga dan Satru artinya musuh. Namun untuk
sehari-hari Ruangan ini sering digunakan sebagai tempat menerima tamu yang
berkunjung.
- Gedongan
adalah
bagian ruang keluarga. Ruangan ini biasa digunakan untuk tempat tidur kepala
keluarga.
- Pawon
Untuk Pawon
sendiri letaknya berada pada bagian samping. biasa digunakan untuk masak,
belajar dan melihat televisi. “Untuk halaman depan rumah, terdapat sumur pada
sebelah kiri yang dinamakan Pakiwan
Filosofi
Keunikan dan
keistimewaan Rumah Adat Kudus (Joglo Kudus) tidak hanya terletak pada keindahan
arsitekturnya yang didominasi dengan seni ukir sederhana, tetapi juga pada
kelengkapan komponen-komponen pembentuknya yang memiliki makna filosofis
berbeda-beda.
RUMAH ADAT BALI
Sejumlah
pengertian arsitektur tradisional Bali antara lain :
a. Arsitektur tradisional Bali merupakan
microkosmos dari alam raya sebagai makrokosmos.
b. Arsitektur tradisional sebagai wadah
untuk membina dan menempatkan manusia secara individu maupun kelompok agar
selaras dengan alam semesta..
c.
Arsitektur tradisional merupakan gambaran alam yang dituangkan dalam analogi –
analogi, dan menyatakan terjemahan prinsip – prinsip kehidupan tradisi yang
memberi gambaran totalitas kehidupan individu dan masyarakat yang ritual.
#
Arsitektur Bali mengikuti konsep Bhuwana Agung dengan pembagian menjadi 3
bagian, dan memiliki hitungan ganjil seperti 1,3,5,7,9, dan seterusnya.
#
Bangunan itu sendiri merupakan symbol dari Bhuwana Agung dengan Trilokanya,
yaitu:
§ Pondasi dan lantai sebagai kaki ( Bhur Loka )
§ Kontruksi Vertikal ( tiag dan dinding ) sebagai badan ( Bwas Loka
)
§ Pondasi atap sebagai kepala
( Swah Loka )
dari
sekian rumah adat di indonesia, rumah adat bali cukup dikenal di dunia.
disamping karena keindahannya, didalamnya juga terkandung konsep-konsep
adiluhung yang tertata apik dalam setiap tatanan bangunan rumahnya.
Rumah
Bali dibangun sesuai dengan aturan Asta Kosala Kosali dan Asta
Bhumi (bagian Weda yang mengatur tata letak ruangan dan bangunan, layaknya Feng
Shui dalam Budaya China)
Jenis jenis Bangunan Berdasarkan Sifat
:
Bangunan
Sakral ( suci )
Ada
2 macam golongan bangunan Bali, yaitu :
1.
Pura
Pura
adalah tempat pemujaan sebagai symbol kebesaran Tuhan YME, pura jenis ini
disebut pura khayangan. Kayangan tiga dan khayangan jagad ( Sad Khayangan )
Termasuk jenis Pura Tiga, yaitu : Pura
desa, Puseh, Palem, yang terdapat di dalam suatu wilayah desa. Termasuk jenis
Pura Sad Khayangan adalah pura – pura yang besar, biasanya tersebar di seluruh
penjuru mata angina. misalnya : Pura Lempuyang, Batukara, Ulu Watu, Bukit
Peneglengan, dan pura Besakih. Setiap Banjar biasanya merupakan kesatuan sosial
– budaya yang memiliki : pura yang berfungsi sebagai Ulun Banjar dan pura
ulun sawi, ulun danu, dan juga pura Melanting.
Pura
– pura lainnya yang ada di Bali adalah Pura Bukit, Pura Beji, Pura Kerajaan
yang pernah berkuasa ( Penataran, Dasar di Gelgel)
2.
Bangunan Tempat Tinggal.( Pawongan )
Tempat
tinggal ini berdasarkan status social adat istiadat Bali yang di sebut system :
Kewangsaan. Hal ini dapat dibedakan menjadi 4 jenis , yaitu :
1. Griya tempat tinggal dari wanga
brahmana..
2. Puri wilayah tempat tinggal raja dan
kerabatnya.
3. Jenis tempat tinggal wangsa
Khasatria.
4.
Umah tempat tinggal golongan Sapta Sadma, yaitu Pasek Beudesa, Kebagan, Gadung,
Pande, Senggu, dan sebagainya
Bangunan
untuk Kepentingan Umum :
Bangunan untuk kepentingan
umum di sebut : Wantilan, biasanya di bangun dalalam suatu komplek desa,
kalau di banjar disebut “ Bale Banjar” ( ukurannya lebih kecil dari
wankitan )
TIPE-TIPE RUMAH BALI
Ada
dua tipe rumah di bali jika dilihat dari sisi geografis yaitu rumah adat yang
berada di daerah dataran tinggi dan rumah adat di daerah dataran rendah.
Rumah
yang berada di daerah dataran tinggi pada umumnya berukuran kecil, dan memiliki
jumlah lubang pertukaran udara yang lebih sedikit, dan beratap rendah. Ini
dimaksudkan untuk menjaga suhu ruangan agar tetap hangat. Selain itu pekarangan
rumah juga lebih sempit disebabkan permukaan tanah yang tidak rata. Aktivitas
sehari-hari seperti memasak, tidur, hingga ritual keagamaan dilakukan didalam
rumah.
Rumah
adat bali yang
terletak di daerah dataran rendah pada umumny memilki ciri sebaliknya, memiliki
banyak ruang terbuka, beratap tinggi, dan berpekarangan luas. Seperti bale
daja untuk ruang tidur dan menerima tamu penting, bale dauh untuk ruang tidur
dan menerima tamu dari kalangan biasa, bale dangin untuk upacara, dapur untuk
memasak, njineng untuk lumbung padi, dan tempat suci untuk pemujaan. Rumah
keturunan keluarga raja dan brahmana pekarangannya dibagi menjadi tiga bagian
yaitu njaba sisi (pekarangan depan), njaba tengah (pekarangan tengah) dan njero
(pekarangan untuk tempat tinggal).
FILOSOFI BANGUNAN DAN KEPERCAYAAN
Proses pembangunan
rumah adat Bali selalu diawali dengan nyikut katang / pengukuran tapak,
peletakan batu pertama, semua diawali dan diakhiri dengan beberapa
ritual,menurut kepercayaan masyarakat Bali, Upacara ini brtujuan agar bangunan
tersebut punya taksudan muncul aura positif. Bangunan yang sudah melalui
Upacara ini baru bisa dipergunakan.
Selain itu, pintu
masuk rumah tradisional Bali biasanya relatif kecil dengan lebar sekitar 70 cm
dan selalu ada dinding penghalang (Aling-aling) setinggi 120 cm. Hal ini mempunyai
filosofi untuk menyaring dan menghalangi unsur-unsur jahat yang akan masuk ke
rumah dan bisanya pintu masuk ada dekat dapur atau area Buruk, dengan maksud
unsur-unsur jahat yang akan masuk bisa dibuang dan dinetralkan oleh bangunan
Dapur tersebut.
Begitu juga
dengan Pintu masuk ke Pemujaan atau Pure, selain sempit, juga relatif pendek
sekitar 170 cm, dengan maksud agar setiap yang masuk agar merunduk hormat dan sopan.
Kepercayaan ini
sangat dipegang erat oleh masyarakat Bali dengan keyakinan
yang kuat akan
ada balasan jika dilanggar, termasuk orientasi bangunannya terhadap
Gunung.Kepercayaan
ini seolah-olah menjadi aturan atau undang-undang yang tak tertulis tetapi
mampu mengikat dan mengatur masyarakat Bali.
Pada umumnya
bangunan atau arsitektur tradisional daerah Bali selalu dipenuhi hiasan, berupa
ukiran, peralatan serta pemberian warna. Ragam hias tersebut mengandung arti
tertentu sebagai ungkapan keindahan simbol – simbol dan penyampaian komunikasi.
Bentuk – bentuk ragam hias dari jenis fauna juga berfungsi sebagai simbol –
simbol ritual yang ditampilkan dalam patung.
ASPEK-ASPEK PEMBANGUNAN RUMAH
Menurut
filosofi masyarakat Bali, kedinamisan dalam hidup akan tercapai apabila
terwujudnya hubungan yang harmonis antara aspek pawongan, palemahan dan
parahyangan. Untuk itu pembangunan sebuah rumah harus meliputi aspek-aspek
tersebut atau yang biasa disebut Tri Hita Karana diantaranya:
- Pawongan merupakan para
penghuni rumah.
- Palemahan berarti harus ada
hubungan yang baik antara penghuni rumah dan lingkungannya.
- Parhyangan yang berarti harus
ada hubungan baik antara penghuni dan lingkungan dengan TUHAN melalui
manifestasiNya.
RITUAL DALAM PEMBANGUNAN RUMAH
Proses pembangunan diawali dengan
pengukuran tanah yang disebut dengan "nyikut karang". Kemudian
dilaksanakan caru pengerukan karang, adalah ritual persembahan kurban &
mohon izin untuk mendirikan rumah hampir sama seperti membangun rumah adat di
jawa. Upacara ritual dilakukan peletakan batu pertama yang disebut nasarin,
bertujuan untuk meminta kekuatan agar nanti bangunan rumah menjadi kuat dan
kokoh serta pekerja atau tukang dilakukan upacara prayascita untuk memohon
bimbingan dan keselamatan dalam bekerja. Jika seluruh sudah
dijalankan barulah pembangunan dimulai. Rumah
adat bali
Masyarakat Bali selalu mengawali dan mengakhiri suatu pembangunan dengan
upacara atau ritual. Semua ritual diatas pada intinya bertujuan memberi
kharisma pada rumah yang akan didirikan dan untuk menjaga keselarasan hubungan
manusia dengan Tuhannya, manusia dengan manusia, & manusia dengan
lingkungannya.
Mereka
percaya bahwa bangunan tradisional adalah hidup secara spiritual, bukan benda
mati semata, maka selalu diadakan upacara ritual dalam :
§ Upacara Pangruak karang dengan maksud memuja terhadap ibu pertiwi
agar mengijinkan tempat itu di bangun.
§ Upacara Prayascita untuk para Undagi dengan membuat
sanggaran tempat menaruh Banten Pejat, agar para undagi diberi keselamatan.
§ Upacara Mamakah , Mempulang dan Mempedogingkan dengan
maksud memberi korban untuk keselamatan dan kelancaran proses pembangunan.
§ Upacara Melaspas sebagai simbolis pencucian.
§ Upacara Pengurip dengan maksud
menghidupkan kembali bangunan secara spiritual.
Masyarakat Bali selalu mengawali dan mengakhiri suatu pembangunan dengan upacara atau ritual. Semua ritual diatas pada intinya bertujuan memberi kharisma pada rumah yang akan didirikan dan untuk menjaga keselarasan hubungan manusia dengan Tuhannya, manusia dengan manusia, & manusia dengan lingkungannya.